Industri Jasa Keuangan di Bali Solid dan Terjaga Stabil

  • 17 Mei 2024 00:00 WITA
Kepala OJK Provinsi Bali, Kristrianti Puji Rahayu.

Denpasar, balibanknews -
Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali menilai Industri Jasa Keuangan (IJK) di Provinsi Bali posisi Maret 2024 tetap solid dan terjaga stabil didukung oleh permodalan yang kuat, kondisi likuiditas yang stabil, dan profil risiko yang terjaga. Demikian diungkapkan Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu, dalam siaran pers yang diterima www.balibanknews.com, belum lama ini.

Puji Rahayu lebih jauh mengungkapkan, kinerja IJK tersebut mendukung perkembangan perekonomian Provinsi Bali yang tumbuh sebesar 5,98 persen yoy di triwulan I tahun 2024. "Pertumbuhan tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun 2023 yang sebesar 5,86 persen yoy. Selain itu, laju pertumbuhan ekonomi Bali kembali lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Nasional yang sebesar 5,11 persen dan menempatkan Bali berada di posisi ke-6 tertinggi secara nasional," ucapnya.

Puji Rahayu mengatakan, data sektor perbankan Provinsi Bali posisi Maret 2024 menunjukkan penyaluran kredit maupun penghimpunan DPK mengalami pertumbuhan yang semakin membaik dari periode sebelumnya.

Penyaluran kredit mencapai Rp106,12 triliun atau tumbuh 6,52 persen yoy lebih tinggi dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 3,46 persen yoy (Februari 2024: 6,89 persen yoy). 

"Penyaluran kredit Bank Umum di Bali sebesar Rp93,17 triliun atau tumbuh 6,92 persen yoy, lebih tinggi dibandingkan posisi Maret 2023 yang sebesar 3,42 persen yoy. Sementara itu, penyaluran kredit BPR posisi Maret 2024 mencapai Rp12,95 triliun atau tumbuh 3,79 persen yoy, sedikit lebih tinggi dibandingkan posisi Maret 2023 yang sebesar 3,74 persen yoy," ungkap Puji Rahayu.

Lebih jauh dikatakannya, berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit yoy masih didorong oleh peningkatan nominal kredit Investasi yang bertambah sebesar Rp4,75 triliun atau tumbuh 18,17 persen yoy (Maret 2023: 4,73 persen yoy). Tingginya pertumbuhan kredit investasi ini menggambarkan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kondisi ekonomi di Bali. 

Berdasarkan sektornya, penyaluran kredit didominasi oleh sektor Bukan Lapangan Usaha (konsumtif) sebesar 34,21 persen dan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 29,97 persen. Pertumbuhan kredit disumbangkan oleh peningkatan nominal penyaluran di Sektor Perdagangan Besar dan Eceran yang bertambah sebesar Rp1,59 triliun (tumbuh 5,25 persen yoy) serta Sektor Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha sebesar Rp1,47 triliun (tumbuh 4,21 persen yoy).

Berdasarkan kategori debitur, sebesar 53,13 persen kredit di Bali disalurkan kepada UMKM dengan pertumbuhan sebesar 8,42 persen yoy (Maret 2023: 4,96 persen yoy).

Selain itu, Puji Rahayu memaparkan penghimpunan DPK mencapai Rp174,46 triliun atau tumbuh double digit yaitu 19,18 persen yoy tumbuh melandai dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar 22,86 persen yoy. Berdasarkan jenisnya, peningkatan DPK dibandingkan Maret 2023 ditopang oleh kenaikan nominal Tabungan sebesar Rp15,07 triliun.  

Fungsi intermediasi yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) posisi Maret 2024 sebesar 60,83 persen menurun dibandingkan posisi Maret 2023 yang sebesar 68,06 persen (Februari 2024: 61,15 persen). Rasio LDR yang termoderasi dibandingkan periode sebelumnya antara lain karena pertumbuhan penghimpunan DPK lebih tinggi dibandingkan penyaluran kredit. 

"Tingginya pertumbuhan DPK mencerminkan bahwa kondisi ekonomi masyarakat di Bali berangsur-angsur membaik," ucap Puji Rahayu.

Lebih jauh dipaparkannya, adapun kecukupan modal BPR yang tercermin pada likuiditas BPR (cash ratio/CR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) terjaga di atas threshold, berturut-turut sebesar 14,92 persen dan 34,17 persen. Tingginya permodalan perbankan diyakini mampu menyerap potensi risiko yang dihadapi dan OJK akan terus mendorong kinerja intermediasi dengan tetap menjaga keseimbangan antara pertumbuhan pembiayaan dan terjaganya likuiditas.

"Kualitas kredit perbankan di Bali tetap terjaga yang tercermin dari penurunan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) gross sebesar 3,12 persen lebih rendah dibandingkan posisi Maret 2023 yang sebesar 3,35 persen (Februari 2024: 3,18 persen). Sementara itu NPL net berada di posisi 1,77 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan Maret 2023 yang sebesar 1,78 persen (Februari 2024: 1,80 persen)," ungkapnya.

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi Bali, Puji Rahayu menyampaikan bahwa jumlah restrukturisasi kredit dampak Covid-19 di Bali (berdasarkan lokasi proyek) melanjutkan tren penurunan yaitu dari Rp45,80 Triliun posisi Desember 2020 menjadi Rp15,19 Triliun atau turun sebesar 66,84 persen posisi Maret 2024. Penurunan tersebut sudah hampir menyamai penurunan Nasional yang sebesar 72,52 persen dari Rp829,72 Triliun menjadi Rp228,03 Triliun posisi Maret 2024. 

Berdasarkan sektor ekonomi, restrukturisasi kredit Covid-19 di Provinsi Bali didominasi oleh sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum (46,86 persen), sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor (19,52 persen), dan sektor Rumah Tangga (14,48 persen).

"Dengan berakhirnya relaksasi restrukturisasi kredit dampak Covid-19 pada 31 Maret 2024, secara umum kinerja perbankan di Bali masih terjaga dan stabil. Kondisi tersebut merupakan hasil dari upaya OJK dalam melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap industri perbankan, antara lain dengan meminta perbankan untuk meningkatkan daya tahannya melalui penguatan permodalan, menjaga coverage CKPN secara memadai, serta secara rutin melakukan stress test untuk mengukur kemampuan permodalannya dalam menyerap potensi risiko sejak kebijakan relaksasi diberlakukan," kata Puji Rahayu.

Integritas laporan keuangan perbankan diharapkan akan semakin baik dan dapat sepenuhnya mengacu pada praktik terbaik yang berlaku (best practice) standar keuangan. Seiring dengan hal tersebut, OJK senantiasa melakukan langkah pengawasan (supervisory action) untuk memastikan kondisi setiap bank secara individu.

"Penyelesaian kredit restrukturisasi dan ekspansi kredit berdampak positif bagi penurunan rasio Loan at Risk (LaR) menjadi 17,73 persen dari sebelumnya 29,94 persen pada Maret 2023 (Februari 2024: 18,80 persen). OJK akan terus mendukung perbankan melalui langkah kebijakan yang diperlukan sehingga perbankan terus bertumbuh berkelanjutan namun tetap prudent dalam aspek manajemen risiko," imbuh Puji Rahayu. (jhon/rls)


TAGS :

Komentar