OJK : Industri Jasa Keuangan di Bali Catatkan Kinerja Positif

  • 27 September 2024 00:00 WITA

Denpasar, balibanknews -
Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali menilai Industri Jasa Keuangan (IJK) di Provinsi Bali posisi Juli 2024 tetap solid dan terjaga stabil didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga. Demikian diungkapkan Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu kepada www.balibanknews.com.

Puji Rahayu lebih jauh mengungkapkan, data sektor perbankan Provinsi Bali posisi Juli 2024 menunjukkan penyaluran kredit maupun penghimpunan DPK mengalami pertumbuhan yang semakin membaik dari periode sebelumnya. Penyaluran kredit mencapai Rp109,16 triliun atau tumbuh 7,66 persen yoy lebih tinggi dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 4,39 persen yoy (Juni 2024: 7,19 persen yoy). 

"Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit yoy masih didorong oleh peningkatan nominal kredit Investasi yang bertambah sebesar Rp5,93 triliun atau tumbuh 21,80 persen yoy (Juli 2023: 9,66 persen yoy). Tingginya pertumbuhan kredit investasi ini menggambarkan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kondisi ekonomi di Bali," ucapnya.

Sementara itu, Puji Rahayu mengatakan berdasarkan kategori debitur, sebesar 52,84 persen kredit di Bali disalurkan kepada UMKM dengan pertumbuhan sebesar 7,86 persen yoy (Juli 2023: 5,82 persen yoy). Di sisi lain, kredit korporasi terus menunjukkan pertumbuhan double digit yang mencapai 15,71 persen yoy (Juli 2023: 3,73 persen yoy).

Berdasarkan sektornya, penyaluran kredit didominasi oleh sektor Bukan Lapangan Usaha (konsumtif) sebesar 33,99 persen dan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 29,51 persen. Pertumbuhan kredit disumbangkan oleh peningkatan nominal penyaluran di Sektor Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha yang bertambah sebesar Rp1,94 triliun (tumbuh 5,51 persen yoy) serta Sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum sebesar Rp1,58 triliun (tumbuh 14,69 persen yoy). 

Lebih jauh Puji Rahayu mengatakan, penghimpunan DPK mencapai Rp185,39 triliun dan melanjutkan catatan double digit growth yaitu 17,78 persen yoy, walaupun tumbuh melandai dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar 23,81 persen yoy. Berdasarkan jenisnya, peningkatan DPK dibandingkan Juli 2023 ditopang oleh kenaikan nominal Tabungan sebesar Rp16,13 triliun.  

"Fungsi intermediasi yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) posisi Juli 2024 sebesar 58,88 persen menurun dibandingkan posisi Juli 2023 yang sebesar 64,41 persen (Juni 2024: 59,50 persen)," ucap Puji Rahayu.

Rasio LDR yang termoderasi dibandingkan periode sebelumnya antara lain karena pertumbuhan penghimpunan DPK lebih tinggi dibandingkan penyaluran kredit. Tingginya pertumbuhan DPK terutama disumbangkan oleh peningkatan tabungan perseorangan yang menunjukkan semakin membaiknya kondisi ekonomi masyarakat di Bali.

Adapun kecukupan modal BPR yang tercermin pada likuiditas BPR (Cash Ratio/CR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) terjaga di atas threshold, berturut-turut sebesar 15,28 persen dan 35,70 persen. 

"Tingginya permodalan perbankan diyakini mampu menyerap potensi risiko yang dihadapi dan OJK akan terus mendorong kinerja intermediasi dengan tetap menjaga keseimbangan antara pertumbuhan pembiayaan dan terjaganya likuiditas," kata Puji Rahayu.

Kualitas kredit perbankan di Bali tetap terjaga yang tercermin dari rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) gross sebesar 3,32 persen, terbilang stabil dibandingkan Juli 2023 maupun Juni 2024 yang juga sebesar 3,32 persen. Sementara itu NPL net berada di posisi 2,22 persen, sedikit meningkat dibandingkan Juni 2024 yang sebesar 2,17 persen.

Penyelesaian kredit restrukturisasi dan ekspansi kredit berdampak positif bagi penurunan rasio Loan at Risk (LaR) menjadi 14,51 persen dari sebelumnya 25,73 persen pada Juli 2023 (Juni 2024: 15,03 persen). OJK akan terus mendukung perbankan melalui langkah kebijakan yang diperlukan sehingga perbankan terus bertumbuh berkelanjutan namun tetap prudent dalam aspek manajemen risiko. (jhon/rls)


TAGS :

Komentar